Sungguh tidak mudah tinggal di kota besar yang kacau, semrawut, dan tidak manusiawi. Kota dimana kita harus berebut udara yang pliket dan bau minyak tanah. Uang, harta, dan kekuasaan dijadikan tuhan, juga sebaliknya, Tuhan dijadikan harta dan kekuasaan. Kriminalitas adalah arisan. Kota penuh dengan mata-mata nanar yang tak bisa dibedakan, apakah pembunuh berdarah dingin atau orang-orang saleh. Di kota ini, rasa malu dan gotong royong adalah nilai purbakala. Tidak ada lagi kesantunan dan kebesaran hati terlihat di kota yang menjulang ini.

Tidak mudah menyuarakan hati nurani di kota ini. Mereka selalu terpojok di sudut-sudut kota, terdiam dalam hati. Tapi saya yakin masih banyak yang mempunyai hati nurani. Sebelum jiwa saya terganggu karena menjadi penduduk kota ini, saya menulis jurnal ini. Jurnal ini bukan mengenai benar atau salah. Bukan tentang uang atau kuasa. Ini adalah sekedar catatan, dimana seorang warga kota berusaha tetap waras. Ini adalah catatan yang terpojok di pinggiran kota. Anda boleh berbeda pendapat dengan saya, saya berterima kasih. Mari kita syukuri perbedaan di antara kita.

Wednesday, March 2, 2011

Penistaan

Kelompok beragama di Indonesia sangat mudah terpancing amarahnya. Mereka mempunyai kesabaran yang tipis dan kemampuan mencerna masalah yang dangkal. Umat beragama mudah sekali dipermainkan, diombang-ambing, diadu domba, dan digiring ke jalan kekerasan. Entah karena hinaan dan penistaan dari kelompok agama yang lain, atau sekadar desas-desus yang belum dibuktikan kebenarannya, mereka bersedia membunuh dan menyerang satu sama lain.

Dua kasus yang paling dekat adalah penyerangan dan pembantaian kaum Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, dan pembakaran gereja-gereja di Temanggung. Keduanya terjadi hanya selang beberapa hari. Keduanya juga menyisakan misteri, karena kelompok mana yang bertanggung jawab masih belum teridentifikasi. Semuanya adalah massa, yang bergerak dengan kemarahan yang sama. Karena massa, semua orang tidak punya nama. Semua yang melakukan penyerangan, pembunuhan, pelemparan batu, dan pembakaran, rupanya berharap akan surga Allah. Sebelum ada yang pernah mengalami neraka, mereka sudah duluan membuat neraka mini di dunia dengan menjadikan diri mereka algojo neraka.

Mengapa mereka menjadi beringas dan brutal seperti itu? Apakah itu karena keimanan yang terlalu kuat? Ataukah karena kebodohan yang menganggap bahwa pembunuhan adalah solusi sesungguhnya? Ataukah gabungan antara keduanya? Entahlah. Yang jelas, mereka merasa terhina sampai menjadi beringas seperti itu. Mereka merasa agama mereka, nabi mereka, Tuhan mereka telah dinistakan oleh kelompok selain mereka.

Mereka menuduh Ahmadiyah menistakan nabi mereka karena Ahmadiyah percaya akan nabi terakhir tambahan selain Muhammad SAW. Di Temanggung, massa Islam marah karena Richmond Bawengan, seorang penganut Kristen Protestan (yang sepertinya juga terlalu beriman) penyebar selebaran yang dianggap menistakan Islam dan pro Kristen divonis terlalu kecil, yakni 5 tahun penjara.

Saya sedih, karena saya memiliki keterikatan dengan kota Temanggung. Leluhur saya berasal dari Temanggung, dan sepanjang pengetahuan saya, kota ini memiliki toleransi agama yang sangat tinggi. Kakek buyut saya dulu adalah guru mengaji yang tinggal di Kampung Kauman (kampung Muslim). Sementara di Temanggung terdapat gereja-gereja katolik yang memiliki tradisi yang cukup kuat. Saya tahu beberapa komunitas Budha di daerah Parakan. Semuanya hidup rukun, tanpa pernah merusak dan mengganggu satu sama lain. Dulu saya selalu betah tinggal di Temanggung karena masyarakatnya yang ramah kepada siapapun. Sekarang Temanggung sudah membara. Penyebar selebaran yang menyinggung umat Islam itu seorang Kristen Protestan, tapi massa Islam malah merusak dan membakar gereja Katolik. Kebencian yang salah alamat ini mengindikasikan bahwa kebodohan adalah sesuatu yang berbahaya dan dapat membuat umat beragama diombang-ambingkan dan dipermainkan.

Inti sebenarnya dari penistaan agama adalah keyakinan. Saya percaya bahwa agama dan nabi saya adalah benar, dan agama dan nabi kamu salah. Hampir semua umat beragama berpikiran seperti ini. Boleh dibilang, hampir semua umat beragama pernah menistakan agama lainnya. Kalau saya bilang bahwa nabi Anda bukanlah nabi sebenarnya, nabi sayalah nabi sebenarnya, maka mungkin Anda menganggap saya menistakan agama Anda. Padahal inilah yang saya percaya dan benar menurut saya. Jadi jangan buru-buru menyerang saya karena kita berbeda pikiran. Misalkan Anda menganggap bahwa nabi saya bukan nabi, melainkan hanya sekedar pedagang yang buta huruf, itu adalah kepercayaan Anda. Sama seperti misalkan saya menganggap bahwa Tuhan Anda adalah bukan Tuhan, melainkan sekedar orang biasa. Itu kepercayaan saya. Jangan hukum saya seperti saya tidak akan menghukum Anda karena kepercayaan Anda. Kita harus bijaksana melihat perbedaan kepercayaan ini. Kita harus saling menghormati perbedaan dalam damai, dan hidup berdampingan. Bagaimanapun juga, Tuhanmu bukanlah Tuhan yang aku percaya, begitu pula sebaliknya.

Saya teringat suatu saat saya menghadiri ibadah Jumat. Imamnya berbicara dengan sangat keras, dengan sound system yang membahana sampai ke ujung perkampungan, bahwa kita tidak boleh mengucapkan selamat hari raya umat agama "A", karena itu berarti kita mengimani Tuhan "A", sedangkan kita tidak percaya bahwa "A" adalah Tuhan. Yang tidak disadari sang imam adalah bahwa lingkungan sekitar masjid itu banyak didiami oleh pemeluk agama "A". Mereka merasa marah karena disalahkan di masjid. Tapi mereka, walaupun banyak, hanyalah minoritas. Bila mereka mayoritas, mungkin saja kerusuhan akan terjadi karena merasa "ternistakan". Semua hanya karena imam atau pemuka agama yang tidak bijaksana. Hampir setiap masjid memang (mungkin sebagai demonstrasi dari dominasi) dilengkapi dengan sound system yang jangkauannya melampaui 10 kali dari lingkungan masjid itu. Suatu hal yang aneh karena sound system itu awalnya dipakai hanya agar jamaah dari shaf paling belakang mendengarkan doa imam, bukan ratusan orang yang jaraknya ratusan meter yang tidak ada hubungannya dengan khotbah di masjid itu. Bisa Anda bayangkan, apabila ada gereja yang memakai sound system yang begitu membahana ke lingkungan sekitar, apalagi khotbahnya mengenai perbedaan agama, mungkin label penistaan agama akan berlaku lagi.

***

Bagaimana dengan Ahmadiyah? Ahmadiyah mengaku punya nabi baru yang bernama Gulam Ahmad. Kelompok Islam menganggap Gulam Ahmad ini sesat. Saya pribadi juga berpikir seperti itu. Tapi biarlah, saya tidak berpikir mereka berniat menistakan nabi Muhammad SAW, ataupun Allah SWT. Kalaupun mereka sesat, mereka bisa dikembalikan ke jalan yang benar. Akan tetapi, mereka tidak akan mau kembali ke jalan yang benar apabila kita terus-terusan melempari mereka dengan batu. Apabila kita melempari penganut Ahmadiyah dengan batu, mereka akan semakin percaya bahwa mereka telah beriman kepada hal yang benar. Mereka tak mungkin beralih menjadi Islam Sunni hanya karena kita rajam mereka dengan batu. Sama seperti orang Islam tidak mungkin beralih menjadi Kristen atau Yahudi karena mereka dihujani batu tajam sekalipun.

Kita harus mengembalikan mereka dari jalan yang sesat ke jalan yang benar dengan kasih sayang dan pengertian yang terus-menerus. Itulah yang dinamakan dakwah. Rasulullah sering sekali dilempari batu ketika berdakwah, sampai terluka dan berdarah-darah. Rasulullah tidak pernah membalas melempar batu kepada orang-orang Quraysh yang pemarah dan pembenci itu. Kita saat ini justru yang melempari batu ke orang lain. Andaikan kita kehabisan kesabaran, belum berhasil juga membawa orang sesat ke jalan yang benar, Allah tidak akan pernah kehilangan kekuasaannya sebiji pasir pun. Kita tidak perlu menyiksa, menyerang, dan membunuh orang sesat karena Allah tak akan kecil karena mereka.

Apakah Ahmadiyah mengancam keberadaan umat Islam? Ahmadiyah adalah kelompok eksklusif yang hanya terdiri dari ratusan ribu orang yang kalah persenjataan dan dana. Mana mungkin mengancam umat Islam di Indonesia yang ratusan juta? Apakah Ahmadiyah mengancam keberadaan Allah? Tidak pernah sedikitpun. Kuasa Allah maha besar, tanpa kita bela pun tetap maha besar. Tanpa kita bela pun, Allah bisa memusnahkan seluruh peradaban beserta isinya bila berkenan. Justru kita yang perlu memohon pembelaan dari Allah, bukan sebaliknya.

Apakah Rasulullah Muhammad SAW menjadi kecil apabila dihina oleh umat lain? Saya rasa sama sekali tidak. Sekarang banyak yang mengaku nabi. Yang percaya nabi baru itu hanya sebagian kecil, itupun kadang dianggap orang-orang tidak waras. Jangankan mengaku rasul atau nabi baru, yang mengaku malaikat saja ada. Jangankan mengaku malaikat, yang mengaku dirinya Tuhan saja ada. Mansyur Al Hallaj di abad 9 pernah mengaku bahwa dia adalah Allah. Pada jaman Rasul sendiri, bahkan ada orang lain yang menganggap dirinya nabi. Thulaihah bin Khuwailid adalah sahabat Rasulullah sendiri yang mengangkat dirinya sebagai nabi. Dia dikalahkan oleh pasukan khalifah Abu Bakar, bukan karena menistakan agama, melainkan karena dia berkhianat terhadap pemerintahan Madinah pimpinan Abu Bakar. Dia dianggap melakukan desersi dan menolak membayar zakat kala itu. Thulaihah pun masih dibiarkan hidup setelah Muhammad SAW dan Abu Bakar RA meninggal dunia.

***

Mungkin terlalu cintanya kita kepada Rasulullah, sampai mudah sekali kita tersinggung dan dibawa ke jalan kekerasan. Itu adalah cinta kekerasan, bukan cinta Rasulullah. Ada sebuah cerita yang menarik pada masa kehidupan Rasul yang bisa memberikan inspirasi. Alkisah, di Madinah tinggallah seorang nenek buta yang beragama Yahudi. Nenek itu selalu saja mengucapkan makian dan hinaan kepada Muhammad dan agama barunya. Rasulullah memperhatikan nenek itu dan menyadari kalau nenek itu tidak diurus oleh keluarganya. Akhirnya setiap hari Rasulullah menengok nenek itu dan menyuapi dia dengan makanan. Walaupun sedang disuapi, nenek itu tetap saja melontarkan hinaan dan caci maki kepada yang bernama Muhammad, sang nabi baru, dan Islam, agama baru. Ini adalah 'penistaan' sesungguhnya, karena langsung di depan muka Rasul sendiri.

Ketika Rasulullah meninggal, Abu Bakar RA bertanya kepada Aisyah RA, apa kebiasaan Nabi yang belum dilakukannya. Aisyah menjawab bahwa setiap hari Rasul selalu menemui nenek Yahudi buta di kampung dan menyuapinya. Abu Bakar pun pergi menemui nenek itu untuk menyuapinya juga. Abu Bakar memperhatikan bahwa nenek itu masih juga menghina dan mencaci maki Muhammad. Ketika Abu Bakar menyuapinya, nenek itu marah-marah. Si nenek bilang bahwa Abu Bakar menyuapinya dengan kasar, tidak selembut orang yang sebelumnya. Abu Bakar mengaku bahwa dia penggantinya, dan bahwa yang biasa menyuapinya selama ini sudah meninggal. Nenek itu penasaran, siapa yang sebenarnya menyuapinya tiap hari. Abu Bakar RA berkata bahwa yang biasa menyuapinya dengan penuh kelembutan adalah orang yang selama ini selalu dihina dan dimakinya, yaitu Muhammad SAW. Seketika itu juga nenek itu menangis tersedu-sedu.

Bila mendengar cerita tersebut, saya merasa bahagia. Itulah sesungguhnya wajah agama yang lembut, damai, penuh kasih sayang, dan pemaaf. Bukan wajah agama yang penuh cacian, penuh lemparan batu, ramai teracungnya golok dan samurai, penuh kemarahan, penuh hasrat balas dendam, dan sarat kekejaman.

2 comments:

  1. Alhamdulillah saya juga merasa bahagia telah membaca tulisan ini. Islam tapi mesra (Acep Zamzam Noor) :).

    ReplyDelete
  2. Bet 00 777 Casino: Review 2021 (Free & Withdrawal)
    Play Slots, poker, table 토토카지노사이트 games - Bet 00 777 007카지노사이트 Casino. Our review shows you all the best Casino Slots, Live Now, Mobile Games & More!

    ReplyDelete